Friday 18 December 2015

Panggung Sandiwara




Agaknya, bumi Katulistiwa benar-benar bergoncang hebat. Bukan tsunami atau gempa tremor gunung Bromo, melainkan sandiwara pongkah yang dipertunjukkan “segelintir” manusia pongah di gedung rakyat.
Ah, andai aku bisa bicara denganmu, guru. Sudah kukatakan sedari sebulan lalu sandiwara memuakkan ini. Atau bahkan, kau lebih muak daripada muridmu ini. Tak apa, setidaknya kita sama-sama muak melihat mereka berdasi ketamakan.
Lihat saja kemarin malam, saat detik-detik mengambil putusan, ada surat pengunduran diri yang diterima lalu dijadikan bahan dasar putusan. Pantas saja tokoh yang kukagumi, prof. Mahfud M.D menganalisis amat tajam mengenai putusan yang tidak mencantumkan bersalah tidaknya sang PAPA. Ai, sandiwara yang agak sempurna, bukan untuk mengelabui nasional?
Guru, aku masih mengingat ucapanmu tentang politik. Meski implisit, dulu aku membayangkan kalaulah hidup akan bergairah jika memasuki dunia politik. Ternyata, pemahaman anak berusia sembilan belas tahun yang kau jumpai empat tahun lalu, masihlah buta tak memiliki matahari yang menyinari jalan hidupnya. Bukan berarti anak tadi telah memiliki jalan terang saat ini, melainkan lebih gelap dari sebelumnya, tetapi, anak tadi kembali bertafakkur tentang politik yang kembali didengungkan banyak guru di perantauan dulu.
Ternyata, politik membawa arus yang bisa menerjang setiap orang. Aku tak mengatakan politik itu busuk sebab masih ada sebagian kecil dari yang terkecil berhati baik. Tetapi arus itu amat tajam. Kalau tak mau mengikuti, kita yang terbuang.
Hei, para Koruptor. Kau lebih jahat dari maling dan copet jalanan. Kau tau, di kampungku ada seorang maling kelas kakap. Berkali-kali masuk penjara tetapi berkali-kali pula berhasil menggaet uang di jalanan.
Apa kau tau, apa kami membencinya? TIDAK! Kami sama sekali tidak membenci maling tadi. Kampung kami aman tak ada maling. Kalaupun akan tiba musim maling, ia akan gencar memberi kabar warga sekitar agar berhati-hati. Ia pula tak mencuri di kota kami. Tak pakai golok pula untuk menebas leher target. Ia bahkan menyumbang hasil curian untuk jembatan di sungai di kampung. Untuk anak yatim yang diasuh beberapa yayasan di desa. Ia tak lupa menyapa petani yang sibuk menggendong cangkul lalu mengitari sawah. Ia baik amat baik. Jauh lebih baik dari para PAPA yang ada di Senayan.
Kendati ia maling, ia tak pernah pertontonkan sandiwara busuk menghindari penjara. Kalaulah ia memang dipenjara, ia masuki tanpa membuat orang sekampung kami membenci, melainkan kami akan merasa kehilangan sebab kampung tak lagi aman.


06.20

Saturday 12 December 2015

Rakyat Masih Bersama Anda: Pak Sudirman Said

 jangan khawatir, Pak...
cukup MKD dan segelintir DPR saja yang BOBROK...
anda masih selalu bersama rakyat!
masih...
mereka sudah tak mengenal malu
yang dipikirkan hanya uang

wahai ORANG BOBROK
kalian MATI tak bawa duit
bawa saja kebusukan kalian itu,
biar malaikat dan Tuhan yang membalasnya

ah, andai saja para teroris itu tau
 kalaulah mau menyerang dan membunuh orang,
bukan anggapan kafir seperti di dalam pikiran mereka
tetapi seperti ORANG-ORANG BOBROK ini
ah, pasti tenang hidup ini

ya, seandainya para teroris itu tak salah menafsirkan jihad
tetapi ingin mati dengan bom bunuh diri,
bom saja orang-orang macam itu
biar negeri ini aman..

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...