Patutlah
ku ceritakan ini padamu, Guru? Sebab, aku tak pandai menulis beginian. Tapi,
tekadku bulat. Cerita ini harus kusampaikan padamu sekarang juga. Maaf, aku tak
memaksamu untuk membacanya.
Begini
ceritanya………….
Saat
ini, seorang lelaki tengah berada di dalam kubur. Dua jam yang lalu ditemukan
meninggal di pinggir jalan. Penuh luka lebam pula. Proses pemandian sampai
pemakaman berlangsung cepat. Isak tangis keluarga membuatnya terharu tapi ia
tak menyesali perbuatannya.
Barulah
setelah orang terakhir melangkah pergi, terdengar suara membahana. Melebihi
suara Guntur yang ia dengar di dunia. Ia mengerti, kalaulah malaikat penjaga
kubur akan datang. Ia tak punya bekal apa-apa. Ia siap dicambuk atas
dosa-dosanya. Tapi tidak untuk pembunuhan yang dituduhkan padanya.
“Wahai
manusia, apakah kau yang bernama ‘Abdun?”
“Iya
malaikat, saya yang bernama ‘Abdun”
“Rupanya,
selama hidup kau cukup patuh. Tapi tak jarang kau melanggar perintah Tuhan”
ujar malaikat sambil melihat catatan yang dipegang
“Ah,
malaikat. Bisikan setan itu terlalu kuat. Sampai-sampai aku tak bisa bedakan
yang mana pahala dan yang mana dosa”
“Tunggu
sebentar! Kau punya dosa besar manusia! Kau melakukan pembunuhan berencana
seorang diri. Benarkah demikian?”
“Tidak
malaikat! Aku tidak melakukan pembunuhan itu”
“Mengapa
kau berbohong, manusia? Semua amal perbuatanmu ada di catatanku ini” tangan
sang malaikat siap mencambuk
“Apa
di catatan malaikat tertulis kalau aku membunuhnya dengan sebilah pisau? Atau
dengan senjata lain?”
Tiba-tiba
malaikat berhenti. Ia memandangi catatan yang dipegang. Di bolak-balik
berkali-kali.
“Perkenankan
aku menceritakannya, malaikat. Aku tak membunuh siapa pun”
Malaikat
hanya diam. Tak ada jawaban.
“Setelah
itu, barulah kau boleh menghukumku. Atau, bawa saja aku ke pengadilan di
Departement Ketuhanan. Aku yakin, Tuhan adalah hakim Maha Adil. Tak seperti
tempat tinggalku di dunia. Melihat rupiah apalagi dollar, palu berkata”
“Jadi
begini, malaikat. Aku tinggal di Indonesia”
“Kau
tinggal di Indonesia?”
“Iya
malaikat, benar itu” rupanya, malaikat bergairah mendengar nama negeriku
“Kau
tinggal di negeri yang kaya raya itu? Apa pun ditanam bisa tumbuh, bukan? Ah,
sayang. Kalian tak pandai mensyukurinya..
“Benar
sekali, malaikat. Aku tinggal di negeri yang kaya tapi aneh”
“Aneh?”
“Iya
aneh. Bagaimana tidak aneh kalaulah gedung-gedung di kota besar tumbuh
menjulang sedangkan jalanan di kampung-kampung berlubang? Para penguasa sibuk
korupsi. Rakyat kecil setiap hari bayar pajak. Membayar mereka yang duduk di
kursi dewan. Kata-kata mereka lihai. ‘semua untuk rakyat,,,atas inisiatif
rakyat….’ Padahal mereka tak pernah turun ke rakyat”
Sejenak
lelaki tadi terdiam. Mengambil nafas.
“Apa
lagi?” Tanya malaikat
“Banyak
malaikat. Setiap hari para penguasa selalu hadirkan drama. Tak mau kalah
saingan dengan para artis. Pembunuhan Munir, misalnya. Sampai sekarang tak
diketahui siapa dalangnya”
“Lalu,
dengan pembunuhan yang kau lakukan?”
“Aku
tak melakukannya, malaikat. Aku muak melihat penguasa. Tapi aku tetap cinta
Indonesia. Ku tulis saja pendapatku di koran-koran. Supaya penguasa itu sadar kalau
rakyatnya selalu mengawasi. Tapi, aku ditangkap. Entah siapa dalangnya. Tanpa
proses pengadilan, aku dihukum penjara. Tapi, aku terus menulis. Ragaku memang
tak bebas tapi jiwaku bebas”
“Gerangan
apa yang membuatmu ditangkap?”
“Aku
menulis tentang KPK, malaikat. Waktu itu, wakil KPK ditangkap Polri. Sedangkan
sebelumnya, KPK menangkap calon Kapolri karena terindikasi rekening gendut. Aku
melihat adanya politisasi diantara keduanya. Tapi tentu, aku lebih berpihak
pada KPK. Supaya koruptor tak merajalela”
“Lalu,
kau ditangkap?”
“iya,
malaikat. Barangkali, tulisanku membunuh nyali mereka. Sampai-sampai mereka
menyiksaku sampai mati”
“Kalau
begitu, aku ceritakan dulu pada Tuhan”
“Iya,
malaikat. Tapi, bolehkah aku meminta tolong?”
“Apa?”
“Tolong
sampaikan untuk negeriku yang semakin aneh itu” kusodorkan selembar kertas yang
tertulis…….
SEGANAS-GANAS
OMBAK LAUT
IA
LEBIH LEMBUT DARI HATI PARA PENGUASA