Ini kawan saya, Krishna Waty. Tetapi lebih sering dipanggil
Waty. Salah seorang kawan ngaji saya sewaktu kecil. Saya berhutang budi banyak
kepada sahabat yang agak jangkung dan kurus ini.
Bukan apa-apa, saya selalu merasa, setiap saya bertemu
dengan seseorang terutama yang saya kenal, saya akan memiliki hutang budi
kepada mereka semua. Terlepas, apakah orang tersebut tidak suka kepada saya
sendiri, saya akan tetap memiliki hutang budi kepada mereka. Selalu.
Kembali kepada sahabat saya ini, biasanya, sewaktu pergi
mencuci piring-piring kotor ke sungai, kami tak langsung mencucinya. Melainkan,
akan mencari ikan terlebih dahulu. Terutama, sahabat saya ini sangat
bersemangat.
Kami akan segera membuat bendungan. Batu-batu akan dijejer
mengeliling, sampai terbentuk Lumbang kecil yang biasanya ikan menyusup ke
dalamnya. Lalu ikan akan ditangkap dengan wadah selametan yang sejatinya harus
kami cuci. Kalaulah tak ada, kami akan bersama-sama menangkap dengan kedua
belah tangan. Ada yang bertugas menjaga pintu masuk, ada pula anak yang mengobrak-abrik
di dalam lumbang.
Sempat kami kewalahan hanya untuk menangkap seekor ikan Mas.
Kecil tetapi gesit. Bahkan sampai suara tarhim di masjid berkumandang, saya dan
Waty tetap berusaha menangkap ikan ini. Beruntung sebagian kawan kami telah
selesai mencuci semua peralatan. Dan kami berdua, masih terus berjibaku di
dalam lumbang. Tak putus asa. Hingga akhirnya, ikan tadi dapat kami tangkap
sewaktu semua anak beranjak kembali ke langgar. Dan ikan pun kami bungkus
dengan sampah plastik. Lalu kami taruh di kamar mandi guru ngaji.
Atau, di lain waktu, sahabat saya ini mengajarkan saya
melemparkan batu yang bisa berjalan di atas sungai. Saya terperangah, sewaktu
melihat pemandangan ini. Batu ini bisa berjalan, sampai tiga bahkan lima
lompatan di atas sungai. Pada intinya, saya diajarkan untuk memilih batu yang
berbentuk agak pipih agar mudah bisa berjalan. Selanjutnya, jangan dilempar
seperti orang membuang sampah, melainkan batu harus terletak diantara ibu jari
dan telunjuk, lalu lemparlah dengan gaya jemari menyamping ke atas permukaan
sungai. Perlu diingat. Jangan sembarang melempar. Harus dilihat arus terlebih
dahulu. Jangan dilempar ke atas sungai yang berarus deras. Tetapi, lemparlah ke
atas sungai yang tenang. Tidak ada arus. Ini memudahkan batu dapat berjalan di
atas air.
Agak sulit bagi saya sewaktu pertama kali mencoba. Berulang
kali saya mencari batu lalu melempar. Tak ada yang bisa. Hanya menghasilkan
bunyi, plung. Batu tenggelam tanpa sempat berjalan. Begitu berulang-ulang.
Akhirnya, entah kesekian kalinya, saya berhasil.
Sungguh, saya teramat bahagia melihat batu yang saya lempar,
ternyata berjalan di atas air meski hanya satu dan dua lompatan. Tak ada yang
bisa menandingi kebahagian saya waktu itu. Dan inilah salah satu alasan mengapa
saya memiliki hutang budi kepada Waty, yang saya sendiri meyakini, takkan bisa
dibayar oleh apapun.
No comments:
Post a Comment