Friday 13 November 2015

Gelar ??????


 
Maukah kau menuruti keinginanku, sayang? Tentang cara awal kita menyapa. Sampaikanlah pada semua orang. Aku menginginkan paradok dalam cerita ini menjadi nyata. Setidaknya, nyata bagi diriku ke depannya. Lalu, bila sepuluh atau dua puluh tahun lagi aku lupa, maka ingatkan paradok itu kembali padaku. Tak perlu takut. Barangkali aku terbuai dalam kemunafikan.
***
“Kenapa moderator tadi menyebut namaku dengan lengkap?”
“Apa salahnya, itu gelarmu. Bukankah kau bersusah payah mencapai semua gelar tadi? Itu bentuk penghormatan apa yang kau peroleh selama ini. dengarkan ini, dipersilahkan kepada Prof. Dr. ............S.H.M.H, M.M. menuju tempat yang yan telah disediakan. Wuih, keren, bukan?”
“Bukankah kamu sudah tau, aku tak suka dipanggil dengan gelar tadi?”
“Aku tak paham dengan jalan pikirmu. Aku bingung. Sudahlah, sekarang apa maumu? Acara sudah selesai. Ya, sudah selesai”
“Ya, memang, acara sudah selesai. Dan aku selesai pula berbicara. Tak kusangka kau tak hargai keinginanku. Sedari dulu aku mengenalmu, aku mencapai semua gelar tadi bukan untuk bergaya. Bukan pula untuk berdecak pinggang. Semua gelar yang kuperoleh, hanyalah imbalan semata. Aku tak mencari itu”
“Kau aneh, ya. Semua orang bersusah-susah mencari gelar. Kau sendiri seperti ingin gelar tadi hilang. Jangan sok suci kalau masih munafik”
“Terserah kau sajalah”
Lelaki yang memiliki banyak gelar tadi melenggang pergi. Ringan. Kakinya melangkah sederhana. Sesederhana angannya menatapi kehidupan.

No comments:

Post a Comment

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...