Inilah pengalaman
saya bertemu dengan seseorang. Tentang manusia yang terkadang dipandang
bersalah sebab kelakuan segelintir lainnya.......
Tujuh hari lalu,
aku bertemu dengan seorang perempuan bercadar. Barangkali akan tampak biasa,
tak ada kesan istimewa pula saat berpapasan dengannya. Tapi, ya, kesan itu
datang tanpa pamit. Ada saja yang membuat mata dan hati kita berdecak. Entah
kagum atau malah sebaliknya.
Kembali ke
perempuan bercadar tadi, siang itu di masjid alun-alun kota, aku menyapanya
lewat isyarat senyum. Lalu berpaling seperti bertemu yang lain. Eits, tunggu dulu. Tatkala
mata memanjakan diri melihat arakan awan di langit utara, mataku terperangah
melihat wajahnya. Sangat rupawan. Ya, kala itu ia tengah berada di lorong kamar
mandi. Tentu saja kain penutup mukanya lagi terbuka. Ai, cantik betul wajahnya.
Nyaris sempurna. Wajah yang bukan keturunan arab maupun tionghoa. Meski kulit
putih dan hidung mancung, aku yakin, perempuan bercadar itu bukanlah keturunan
kedua bangsa tadi. Asli made in Indonesia.
Seketika itu juga,
pikiranku singgah di Jakarta. Kepada salah seorang seorang sahabat yang sedang
kuliah di Ibu Kota. Semenjak memutuskan bercadar, banyak cercaan yang harus
ia terima. Pernah suatu ketika, saat berjalan di lorong suatu mall, ada seorang
bapak-bapak yang tiba-tiba saja menghampiri lalu berkata di dekat
telinganya: “Dasar ISIS. Teroris”
Astaga, parah betul
pandangan manusia macam itu. Bercadar belum tentu ISIS ataupun teroris.
Bercadar adalah pilihan. Kalaupun ada yang menjadi teroris atau bahkan ISIS,
jangan salahkan cadarnya. Jangan salahkan pula agamanya. Salahkan saja pikiran
orang tersebut.
Ya, beginilah hidup
dan kehidupan itu. Semoga saja kawan saya tadi tetap kuat seperti saat ini. Sampai
mati. Dan untuk perempuan bercadar yang saya temui di masjid alun-alun kota,
semoga saja saya bisa berjumpa kembali di lain hari. Banyak yang ingin saya
tanyakan dan banyak pula kekaguman yang mesti saya ungkapkan.
11 November 2015
No comments:
Post a Comment