Monday 10 August 2015

Ku Ingin Kau Mendengar Ceritaku

Senja datang seperti biasa. Tak ada yang spesial selain ingatanku padamu.  Aku baru pulang dari kuliah, lalu mampir ke masjid alun-alun di tengah kota. Mungkin pernah kuceritakan padamu tentang mengapa aku lebih sering menyendiri di emperan masjid ini. Ah, mungkin juga tidak.
Kau tahu apa yang kulakukan? Melihat jam tangan. Hampir jam lima sore. Pasti kau tahu maksudku,  bukan?. Ya, senja sudah tiba. Hahaha. Yang jelas, kau tahu apa maksudku.
Oh, iya, banyak anak-anak kecil seliweran  sambil ketawa dan berlari. Mungkin sedang bermain kejar-kejaran, atau lagi bersembunyi. Entahlah, yang jelas mereka jauh dari pandanganku.
Hampir lupa. Di tepi emperan masjid  bersebelahan dengan rel kereta. Beberapa kali mataku dimanjakan dengan bunyinya yang tak lagi asing. Mengingat, selama SMP aku selalu bermain di stasiun. Hemm… terlalu banyak cerita hidup yang ingin kusampaikan. Tapi, aku harus tau diri. Siapa aku dalam masa kini.
Yaa, sudah jam lima lebih. Langit sudah mendengarkan ceritaku walau tak berkata. Kau tahu, aku selalu menyukai senja walau kadang tak berwarna jingga. Aku yakin kau masih mengingatnya…………

Emperan Masjid, 4 Maret 2015

No comments:

Post a Comment

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...