Rasa-rasanya, judul di atas amat
menyedihkan. Betatapun riuhnya tanya anda, atau tak acuhnya sikap anda, itulah
kenyataannya. Saya sedang berusaha mencari Tuhan saya yang sempat hilang dalam
ratusan hari ini.
Mungkin anda akan tertawa
terpingkal-pingkal, sambil lalu mengoceh dengan kalimat “Dasar orang gila!
Tuhan, kok dicari? Ia ada disetiap kehidupan”
Tak apa anda berkata begitu. Toh,
kenyataannya saya memang begitu. Saya tak akan marah. Dan saya akan berusaha
untuk tak pernah marah-marah ke depannya. Sudah cukup sahabat saya menjadi
muara amarah saya.
Mungkin anda bertanya, kemana
Tuhan saya selama ini? Apakah ia pergi? Ataukah, anda tak mau bertanya? Tak apa,
saya pun akan tetap menjawabnya.
Sejatinya, saya sudah menemukan
Tuhan sejak kecil. Ia diperkenalkan orang tua serta guru ngaji. Bahkan, lima kali sehari saya selalu berusaha bertamu. Setiap meminta sesuatu, Ia selalu memberi. Bahkan,
saat saya tak lagi bertamu pun, Ia tetap memberi. Sungguh
baik, bukan Tuhan saya? Meski dosa selalu saya tabung setiap harinya.....
Dosa? Wah, rupanya orang macam
saya juga mengenal dosa. Iya, tentunya. Saya cerita beginipun lantaran dosa. Lihatlah,
gara-gara dosa saya yang menggila itu, mata hati saya enggan diajak bicara. Betapa
jahatnya setan yang selalu berhasil menghasut saya. Siapa? Setan? Tentu bukan. Setan
memang bertugas menghasut manusia, tetapi manusia memiliki akal sebagai penasehat.
Ingat, akal sebagai penasehat bukan sebagai raja. Sebab raja manusia adalah
hati.
Nah, sudah ketemu bukan benang
merahnya? Bagaimana saya bisa memimpin kalau rajanya saya tak terlihat. Kerajaan
saya diselimuti abu tebal. Dan saya harus menyapunya perlahan. Itu untuk
sekedar menemui raja. Lalu, untuk mengajak bicara? Waduh, butuh berapa lama
yaa?
Tapi, bukan persoalan waktu yang
membuat rajutan syaraf saya rumit. Justru apa yang harus saya lakukan untuk menyapu debu tadi, itu
yang menjadi persoalannya sekarang. Kalau hanya sekedar menyapu, ya bisa.
Eh, tunggu dulu. Tadi saya mengatakan kalau manusia memiliki akal yang bisa pertimbangkan baik buruknya
suatu bisikan, bukan? Owh, itu artinya saya harus berbuat baik kepada setiap orang. selalu.
Baiklah, barangkali seperti ini
langkah-langkahnya:
Pertama, saya harus selalu
tersenyum jika bertemu seseorang. Tak boleh marah-marah apalagi membentak orang tua
khususnya.
Kedua, semua perintah Tuhan,
harus saya lakukan. Bahkan yang dianjurkanNya pun harus dilakukan. Tetapi,
ingat! Jangan riya’! Jangan ujub! Jangan cari popularitas! Mencari Tuhan, kok
dijadikan popularitas? Orang gila namanya.
Terakhir, sekalipun Tuhan tak
lagi ditemukan, ataupun raja tak lagi mau ditemui, teruslah lakukan dua langkah
tadi. Biarkan Tuhan tau, kalaulah saya benar-benar mencariNya.
“Hey, lihat orang gila tadi. Dia tetap
mengomel-ngomel mencari Tuhannya. Barangkali, ia harus dimandikan dulu untuk
menemui Tuhannya”
Elang_Timur
No comments:
Post a Comment