Adakah kau temui,
Nyanyian embun tak lagi mampu sunggingkan senyum?
Berkatalah, tak usah meraung
Aku muak menyembah bayangan palsu kehidupan
Sungguh, liur langit tak lagi lahir menjadi selembar moksa
Wahai, Kaki alam
Sejenak saja
percikkan cinta
Agar kumampu membaca
hidup macam apa yang terjadi
Semua terasa beku.
Dingin. Menggigil.
Kalaulah kau tak
mampu perlihatkan,
Hadirkan saja
bayangan semu
Tabi’at palsunya
memang busuk
Tetapi lebih baik
dari takdir yang tak kupahami
Wahai, Tuhan yang
selalu diceritakan selalu ada
Kepada siapa lagi
aku bercerita,
Tentang jalan hidup
yang tak kumengerti
Akankah ini memang
tulisan yang Kau hendaki?
Bukankah Kau tak mau
biarkan manusia selalu menghempas kedua anak sungai?
Maafkan aku berkata
begini,
Jawaban yang selalu
kucari benar-benar mati
Sudahlah, barangkali
memang kedua anak sungai memang harus terus mengalir
Agar tak ada kemarau
dalam tubuh purnama
Hingga
kutemukan titik di akhir cerita hidupku
16 January ‘16
08.03
Pulanglah, dari kebisingan hidup
No comments:
Post a Comment