Hey, kawan. Ingatkah saat sore seperti ini,
kita pernah duduk di emperan Geserna menikmati rayuan senja?
Ah, barangkali kalian sedikit lupa. Tak apa.
Terkadang kesibukan menyita kenangan yang tersimpan. Kalian masih ingat, bukan?
Kita duduk manis di emperan Geserna, menunggu komando pengurus memasuki area
sembhayang. Ada yang mengaji, atau menikmati sajian langit. Sungguh, kita tak
kalah semangat dengan personil 5 Menara Gontor. Sebab kita juga merancang
mimpi-mimpi dalam arakan awan lewat senja.
Ya, ya, ya.....
Menatap gedung ini di sore hari, rasanya,
ingin menangis. Menangis sebab suatu masa di dalam hidup ini terasa berlalu
begitu saja. Menangis, sebab masih banyak kerinduan yang tersisa. Dan menangis,
karena masih ada cerita yang hanya bisa kita kenang dan tertawa mengingatnya.
Hey, apa kalian ingat saat berbuka puasa di
emperan gedung ini? ya,,, sedari pagi terlebih dahulu kita membuat janji untuk
pergi ke kantin. Membeli takjil. Barulah saat suara tarhim menjelang maghrib berkumandang,
kita akan duduk melingkar. Saling berbagi makanan dan minuman. Ah, benar-benar
indah masa itu. Akankah, kita bisa berkumpul disana suatu hari nanti? Menunggu
senja datang lalu menikmati takjil dan gorengan sampai perut kita susah saat
sujud? Ha..ha...haaa......
Ada banyak cerita di dalam gedung ini, kawan.
Apalagi, saat di masa ujian. Hemmmmm............... lagi-lagi, sore kali ini
membuat saya
ingin terus menulis Bumi Djauhari. Saya tak bermaksud sombong, tetapi saya
meyakini, seberapa banyak lembar yang disuguhkan tuk temukan titik akhir cerita
Bumi Djauhari, saya yakin takkan mampu. Bukan hanya saya seorang, melainkan seluruh
insan yang pernah merasakan nuansa di dalamnya akan setuju.
Sebab dari sanalah kami belajar mengeja dan
membaca kehidupan. Dari sanalah kita mengerti egois dan kebersamaan. Dan masih
banyak yang tak mampu dituangkan dalam aksara tentangnya.
Hey, jangan terburu bersedih. Mari kita
mengingat yang lain saja. hemmm, ingatkah kalian saat terlambat datang
sembhayang, kita akan berdiri di depan menunggu iqab. Atau, saat pelatihan LDP
dan PKM. Alamak, tersiksa sekali saat itu. lari kesana kemari, makan dalam
tempo lima menit dan peluit memburu ke seluruh arah. Ah, benar-benar melelahkan
tetapi kita masih selalu saja tertawa. Entahlah, jikalau salah satu diantara kita
bertemu dengan para pemburu peluit itu suatu hari nanti, janganlah tak menyapa.
Sapa saja dengan senyum terindah yang kita miliki. Senyum kebersamaan. Senyum
persaudaraan.
Ya, gedung ini menyimpan banyak kenangan.
Termasuk, saat kawan kita membacakan iqab. Ah, sudahlah. Kenangan yang kurang
menyenangkan akan terasa lebih indah jika disimpan tanpa amarah. Sebaiknya,
kita mengingat saat masa-masa pensi saja. pentas seni. Hayo, lupakah? Ah,
bukannya semua ikut bertasipasi? Atau, saat selesai makan
malam selepas maghrib menunggu tarhim shalat isya’? kita akan kembali duduk di
emperan menikmati sajian langit malam. Ada yang saling berbagi cerita, dan ada
pula merangkai mimpi masa depan sambil menatap bebintang.
Baiklah, baiklah. Saya tak ingin berkata banyak. Saya ingin
menikmati senja dari bilik jendela. Kali ini, nuansanya memang berbeda. Senja
yang saya lihat boleh saja tak sama dengan yang disajikan langit Madura, tetapi
bagi saya, anda-anda semua akan tetap bersama senja. Selalu.
akh, hampir saja saya
lupa. Sebenarnya, ini rahasia saya. Tak apalah saya katakan sekarang. Kalaulah salah
satu diantara kalian selama menyantri pernah mendengar sekali atau beberapa
kali suara letusan kembang api, he……hee..heeeee……..Saya-lah Pelakunya dari balik Geserna…………………
kamu pelakunya ternyata ya....
ReplyDeletehahahaaaaaaa...
ReplyDeleterahasia, Nif.....