Monday 25 January 2016

Sajak di Air Terjun Lereng Raung






Pada kaki tubuhmu aku bertumpu
Mengupas semak belukar beriring salam hujan
Dzikirku masih selalu menyebut bau keringat
Pada tujuh tebing

Risaukan saja ulah pemangsa ketenaranmu
Aku takut kau lebih buruk dari liuk jalanan di sekujur gunung

Lihatlah!
Aku datang dengan telapak menelungkup
Gigil di bawah air yang kau turunkan dari raung
Takkan sanggup ada yang menghalang
Apa-apa yang ingin kau surati lewat alam

Sekali lagi lihatlah!
Aku datang membawa setalam aksara
Perkenankan ku menitipnya di bawah lipatan tebing beserta air tubuhmu
Aku tak lagi mampu mengaitnya sampai menjadi bahasa
Letihku tlah dicabut zaman
Padahal aku tulus berikan nafasku pada waktu

Ia sama saja!
Zaman merenggutnya dari dekuran ombak di pinggir pantai Madura
Tetapi aku masih percaya,

Pada rayuan ombak, kenangan masih menengada
Di telapak puncak gunung air mata berdiri tak lagi di tepi
Dan pada kaki tubuhmu,
Kubiarkan puisi mengalir
Menjadi sampan yang menjemputnya setiap pagi






Ahad, 13 Desember 2015
22.04
Letihku terbayar oleh aroma kaki gunung
deru air yang kau sebarkan dari raung,
Sudah cukup menjadi nikmat yang berhasil kau bagi rata
Dan Pada selir airmu,
 aku ingin bertafakkur mencari gemuruh Tuhan


No comments:

Post a Comment

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...