Mengupas semak belukar beriring salam hujan
Dzikirku masih selalu menyebut bau keringat
Pada tujuh tebing
Risaukan saja ulah pemangsa ketenaranmu
Aku takut kau lebih buruk dari liuk jalanan di sekujur gunung
Lihatlah!
Aku datang dengan telapak menelungkup
Gigil di bawah air yang kau turunkan dari raung
Takkan sanggup ada yang menghalang
Apa-apa yang ingin kau surati lewat alam
Sekali lagi lihatlah!
Aku datang membawa setalam aksara
Perkenankan ku menitipnya di bawah lipatan tebing beserta air tubuhmu
Aku tak lagi mampu mengaitnya sampai menjadi bahasa
Letihku tlah dicabut zaman
Padahal aku tulus berikan nafasku pada waktu
Ia sama saja!
Zaman merenggutnya dari dekuran ombak di pinggir pantai Madura
Tetapi aku masih percaya,
Pada rayuan ombak, kenangan masih menengada
Di telapak puncak gunung air mata berdiri tak lagi di tepi
Dan pada kaki tubuhmu,
Kubiarkan puisi mengalir
Menjadi sampan yang menjemputnya setiap pagi
Ahad, 13
Desember 2015
22.04
Letihku
terbayar oleh aroma kaki gunung
deru air yang kau sebarkan dari raung,
deru air yang kau sebarkan dari raung,
Sudah
cukup menjadi nikmat yang berhasil kau bagi rata
Dan Pada
selir airmu,
aku ingin bertafakkur mencari gemuruh Tuhan
No comments:
Post a Comment