Tuesday 8 September 2015

Nasehat Ibu



“Sebelum senja datang menguningkan usia, cepatlah pulang”

Aku masih mengingatnya, bu. Kalimat itu, tak mungkin aku lupa. Ya, sebaris kalimat yang tak pernah bosan mengabsen dari bibirmu. Jujur saja, setiap kali nasehat tadi meluncur, selalu saja aku berpikir mengapa kau tak pernah bosan mengatakannya setiap hari. Sedangkan aku hanya mengangguk bahkan terkadang bak mendengar angin lalu.

“Jangan sampai sore. Nanti, kau mesti mengaji. Kasian kawan-kawanmu menunggu” Lanjutmu kemudian.

Kini, aku sudah dewasa, bu. Tak lagi kudengar kalimat tadi meluncur dari bibirmu. Ada perasaan rindu mengingat kenangan di masa kecil. Rasa-rasanya, baru kemarin aku terlelap dalam omelanmu setiap hari. Tak lain sebabnya, aku bermain sampai ke ujung villa. Mengejar layangan, bermain sepeda sampai desa sebelah. Kau tau, bu. Ingin sekali aku kembali ke masa lalu. Saat mengejar layangan yang putus lalu menyangkut di dahan pepohonan lalu memanjatnya. Terang saja kau marah kalaulah aku ketahuan. Bahkan, puluhan layangan yang kusimpan di bawah tempat tidur sebab takut ketahuan, berhasil kau berikan pada saudaraku. Dan, kau hanya menyisakan satu layangan.
Tetapi ibu, kini, tatkala aku tak lagi mengejar layangan, ataupun bersepeda ke desa sebelah, nasehatmu turut tak terdengar. Rupanya waktu mengantar kepada alam perubahan. Ya, masa telah menemaniku menjadi sosok dewasa. Dan aku, ingin sekali mendengar nasehatmu bahkan omelanmu seperti dulu.
Yaa, meski aku tak sepaham engkau memahami hidup, tetapi harus kukatakan ini padamu, kalaulah macam begini tabi’at hidup.

“Sebelum senja datang menguningkan usia, cepatlah pulang”
Begitulah nasehatmu; dulu


07 September 2015

No comments:

Post a Comment

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...