Sunday 13 September 2015

Melati Terakhir





Ini melati untukmu, Bintang. Melati ini,
Tidak wangi, memang. Tapi warnanya yang putih, dan wujudnya yang sederhana
Adalah puisi yang kusimpan di setiap ingatan. Aku suka melati ini:
Dalam gemetar aku bertanya, apa artinya wangi dan tidak wangi?
Bukankah yang abadi, kisahku. Bukan soal wangi atau tidak wangi dalam hidup kita?
Yang abadi adalah seberapa sungguh kita mengada,
Tumbuh dalam dunia yang kita damba.
Lalu,  seberapa besar batas dan tepi yang terhampar di hadapan kisah kita?

Bintangku, ada malam-malam panjang dalam hidupku
Tanpa suara gemericik embun, tanpa derai angin reranting. Ada
Kesunyian yang membungkus ruhku, dan kau duduk tersimpuh
Mencuputi satu persatu kelopak melati yang kuberikan padamu

No comments:

Post a Comment

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...