Friday 4 September 2015

Bagaimana kabarmu, bapak Abraham Samad?




Apakah anda tau, Pak? Tepat kemarin sore saya mendapati 8 nama yang menjadi capim KPK di televisi. Presiden kita mengumumkannya. Satu dari kedelapan nama yang diumumkan, terdapat calon yang saya kagumi. Sekalipun tadi pagi mendengar segelintir kecewa, tetapi pendirian saya masih tetap kokoh berdiri. Bapak Abraham yang saya kagumi, tentu saya tak akan memberi tahu bapak mengenai nama calon tersebut. Saya menyakini, anda pun turut setuju dengan pilihan saya tersebut.
Andai bapak tau, ingatan saya masih melekat betul akan cerita bapak saat ditayangkan dalam acara favorit saya: Mata Najwa. Ya, saat itu bapak bercerita tatkala dimarahi oleh ibu anda sebab membawa kapur dari sekolah. Padahal kapur tersebut adalah sisa-sisa dari guru saat menulis. Sungguh, saya masih tetap menghargai sejarah hidup bapak sebagaimana saya mengagumi sejarah hidup saya beserta orang tua.
Rasa-rasanya, saya ingin lagi melihat bapak di layar televisi. Meski harus saya akui, sampai saat ini pun saya belum pernah bertemu dengan bapak. Melainkan, saya hanya bertamu lewat televisi dan dari satu lembar ke lembar buku yang lain. Tak apa, saya tetap bersyukur telah mengenal orang seperti anda. Jangankan itu, bayang-bayang anda saat berjumpa pers sesaat telah menangkap hakim Akil Mochtar pun saya masih mengingatnya. Begitu gagahnya anda memberantas korupsi dalam negeri.
Jujur saja, Pak Abraham. Sampai kini pun saya masih masih belajar memahami mengapa banyak manusia yang menguber-nguber kesalahan orang lain. Kalaulah tujuannya mulia seperti mengungkap kejahatan, tentu saya takkan berusaha keras belajar memahami kehidupan ini. Tetapi, tatkala manusia –manusia itu terus menguber kesalahan anda dan tentu wakil anda bapak Bambang Widjayanto maupun penyidik-penyidik anda, saya bingung bahkan sangat geram. Tidakkah mereka sadari kalaulah mereka juga turut memiliki kesalahan? Heran melihat mereka selalu benar. Padahal, saya jamin seratus persen jikalau di dunia ini tak ada manusia tanpa kesalahan. Kecuali nabi. Dan saya juga meyakini, takkan ada satu orang pun manusia yang akan menduduki pimpinan KPK tanpa kesalahan di masa lalunya.
Apalagi, kesalahan yang diuber terhadap anda maupun terhadap bapak Bambang Widjayanto bukanlah perkara korupsi. Seandainya masalah yang menerpa anda masih berbau korupsi, barangkali saat ini saya takkan pernah mau menemui bapak lagi meski sebatas layar televisi.
Entahlah, Pak. Saya hanya bisa berharap agar siapapun yang menjadi Pimpinan KPK setelah ini, bisa meminimalisir kesalahan dirinya pribadi dan semoga kesalahan kesalahan di masa lalunya tak ada yang berbau kejahatan extra ordinary.
Bapak Abraham yang saya hormati, apakah saya boleh bertanya tetapi bukan mengenai KPK? Tentu saya takkan bertanya mengenai perasaan bapak saat diciduk masalah ini ataupun saat wakil anda ditangkap di depan anaknya? Sungguh saya tak bisa bayangkan, saat anda kini berada di dalam kondisi yang bapak tangani dulu. Bapak Abraham, saya hanya ingin bertanya, bagaimana kabar bapak saat ini? Pastilah baik-baik saja, bukan? Saya tau, bapak orang yang kuat. Semua masalah yang menerpa anda, pastilah kan berlalu dan terkuak sandiwara sebenarnya. Itu saja. Saya tak ingin bertanya yang lain, mengingat saya tak lagi bisa menemui anda di televisi.
Ya, hanya ini yang ingin saya tanyakan.  Saya masih meyakini, kalaulah Anda masih tetap Rajawali dari Timur.

02 September 2015

No comments:

Post a Comment

Hikayat Seorang Santri Bodoh

Usiaku lima belas tahun waktu itu. Saat aku terbuang ke Madura. Ya, di sebuah pesantren Al-Amien inilah aku harus bersemedi. Tak tanggung...